Tentang Niat

Hadits (yang artinya):
“Dari Amirul Mu’minin Abu Hafs Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya semua amal itu tergantung dengan niatnya, dan sesungguhnya segala sesuatu itu tergantung kepada apa yang diniatkannya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang diinginkannya atau wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya hanyalah kepadanya.”

Hukum Melafalkan (menjaharkan) niat:
Niat adalah merupakan amalan hati, dan bukan merupakan amalan badan. Maka niat ini cukup di dalam hati. Hal ini juga yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya yang senantiasa memberikan contoh yang baik kepada kita dalam mengamalkan kebenaran.
Seorang ulama’ dari madzhab Syafi’i, Jamaluddin Abu Rabi’ Sulaiman bin Umar Asy-Syafi’i berkata: “Menjaharkan (mengeraskan bacaan) niat dan membacanya di belakang Imam, bukan merupakan sunnah, akan tetapi makruh. Dan jika hal tersebut mengganggu orang lain yang sedang shalat, maka haram.”

Manfaat Niat:
1.        Membedakan ibadah dari kebiasaan
Sebagai contoh misalnya, “mandi”. Mandi adalah hal biasa yang tidak mendapatkan pahala apa-apa jika tidak ada niat apapun di dalam hati kita meski hanya sekedar niat untuk membersihkan badan dari kotoran dan najis. Namun mandi akan bernilai ibadah jika kita niatkan untuk bersuci sebagai salah satu pengamalan ath-thahuuru syatrul iimaan.
Contoh lain misalnya, “tidur”. Tidur insya Allah akan bernilai ibadah jika diniatkan untuk mengistirahatkan badan dengan berdo’a sebelum tidur dan/atau sunnah-sunnah sebelum tidur yang lain. Akan tetapi manakala tanpa itu, tidur bisa bernilai hanyalah sebagai rutinitas keseharian saja.
2.        Membedakan antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lain.
Contoh: makan, pada bulan ramadhan makan sebelum subuh kita niatkan untuk sahur. Dan ketika masuk waktu maghrib kita niatkan untuk berbuka. Jika tanpa niat, maka keduanya sama: makan.

__Memori, mata pelajaran Fiqih Ikhtilaf kelas XI (sebelas) MA Al-Mu’min Muhammadiyah Tembarak Temanggung tahun pelajaran 2008/2009. Ustadz: Agus Efendi._

Tidak ada komentar:

Posting Komentar