Oleh: Ja’far
Shodiq, Alumni Ponpes Al-Mu’min Muhammadiyah Tembarak Temanggung
Saat kita masih
menjadi santri TPA, jika mendengar ustadz/ustadzah menerangkan tentang neraka,
maka gambaran dalam benak kita bahwa neraka
adalah sebuah tempat yang disediakan bagi para pendurhaka dan pendosa. Sebuah
tempat yang teramat sangat panas, dipenuhi dengan api yang membara dan
seseorang tidak akan bisa menahan sakit dan pedihnya siksa di dalamnya.
Tapi tahukah
pembaca, bahwa selain panas di neraka juga
ada rasa dingin? Dingin siksa, bukan dingin nikmat.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا فَبِئْسَ الْمِهَادُ، هَذَا فَلْيَذُوقُوهُ حَمِيمٌ وَغَسَّاقٌ
“(Yaitu)
neraka Jahannam, yang mereka masuk ke dalamnya. Maka amat buruklah Jahannam itu
sebagai tempat tinggal. Inilah (azab neraka), biarlah mereka merasakannya,
hamiim dan ghassaaq.” (QS. Shad: 56-57)
Imam Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat di atas:
“hamiim adalah panas yang sangat panas, sedangkan ghassaq adalah lawan katanya,
yaitu dingin yang seseorang tidak mampu menahan rasa dinginnya.” (Tafsir Ibnu
Katsir)
Dari Abu Said Al-Khudhri bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya satu ember ghassaq ditumpahkan ke
dunia, maka sungguh penduduk dunia akan membusuk”.
Sedangkan Abu Yahya Atiyah Al-Kula’i menjelaskan bahwa
Ka’ab pernah berkata tentang ghassaq. Kata beliau: “Tahukah kalian apakah ghassaq itu? Mereka
menjawab: Tidak, demi Allah. Beliau berkata: (ghassaq itu adalah) mata air di
dalam Jahannam, yang mengalir kepadanya racun dari setiap yang memiliki racun,
berupa ular, kalajengking atau selainnya, lalu ia membusuk. Maka anak Adam
didatangkan, dan ia dicelupkan ke dalamnya sekali celupan, kemudian
dikeluarkan. Maka kulit dan dagingnya terkelupas dari tulang. Hingga kulitnya
menggantung pada mata kaki dan tumitnya. Dan dagingnya terseret sebagaimana
seorang laki-laki yang menyeret pakaiannya.” (Tafsir Ath-Thabari)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
disebutkan:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اشْتَكَتِ النَّارُ إِلَى رَبِّهَا فَقَالَتْ يَا رَبِّ أَكَلَ بَعْضِى بَعْضًا. فَأَذِنَ لَهَا بِنَفَسَيْنِ نَفَسٍ فِى الشِّتَاءِ وَنَفَسٍ فِى الصَّيْفِ فَهُوَ أَشَدُّ مَا تَجِدُونَ مِنَ الْحَرِّ وَأَشَدُّ مَا تَجِدُونَ مِنَ الزَّمْهَرِيرِ
“Neraka berkata; ‘Ya Rabbi, kami memakan satu
sama lainnya, (maka izinkanlah kami untuk bernapas!)’ Maka Allah mengizinkan untuk bernapas dua
kali, napas ketika musim dingin dan napas ketika musim panas. Hawa yang amat
panas, itu adalah dari panasnya neraka. Hawa yang amat dingin, itu adalah dari
dinginnya (dingin bekunya) neraka.” (HR. Muslim)
Ayat dan hadits di atas menjelaskan bahwa di antara
bentuk siksa neraka adalah adanya rasa yang sangat dingin, yang dengannya
seseorang merasa kesakitan, sakit yang belum pernah dirasakan ketika seseorang
hidup di dunia.
Di dunia ini, bisa dibayangkan betapa tersiksanya kita
pada saat merasakan hawa yang dingin, selimut tebal kita kenakan ketika kita
tidur di malam hari. Atau, ketika kita mencoba memasukkan tangan kita di
freezer selama lima menit saja. Apa yang akan terjadi? Tentunya bukan kesejukan
yang kita dapat, namun rasa sakit karena merasakan dingin yang amat sangat.
Dan pastinya akan lebih menyakitkan jika dingin itu
adalah dinginnya siksa neraka, bukan sekedar lima menit, namun dalam rentang waktu
yang sangat lama bahkan bisa untuk selamanya.
Apakah
Dinginnya Neraka Merupakan Siksa yang Ringan?
Sebelum menjawab
pertanyaan ini, ada baiknya kita mengingat kembali hadits berikut:
إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ عَلَى أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَتَانِ يَغْلِي مِنْهُمَا دِمَاغُهُ
"Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya adalah
seseorang yang diletakkan dua buah bara api di bawah telapak kakinya, seketika
otaknya mendidih." (HR. Bukhari,
Muslim Tirmidzi)
Siksa yang paling
ringan -menurut hadits di atas- adalah seseorang yang Allah letakkan bara api
di bawah telapak kakinya hingga otak orang tersebut mendidih. Al-Mubarakfuri
dalam Tuhfatul Ahwadi-nya menambahkan bahwa orang yang paling ringan siksanya di
hari kiamat adalah Abu Thalib, dipakaikan kepadanya dua sandal (neraka) hingga
otaknya mendidih. (Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Tirmidzi)
Abu Thalib
mendapatkan siksa yang ringan di neraka karena izin Allah kepada Rasulullah
untuk memberikan syafaatnya kepada Abu Thalib, sang paman Nabi yang sangat
gigih membela Nabi dengan mempertaruhkan jiwa dan raga, namun enggan
mengucapkan dua kalimat syahadat bahkan ketika maut hendak menjemputnya. Enggan
melafadzkan kalimat tauhid yang Rasulullah akan menjadikannya sebagai hujjah di
akhirat nanti.
Dan meski
siksanya ringan, namun jangan diremehkan. Karena satu hari saja disiksa di
akhirat, sama halnya disiksa selama sepuluh ribu tahun waktu dunia.
Allah ‘Azza wa
Jalla berfirman:
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
“Dia mengatur
urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu
hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”
(QS. As-Sajdah: 5)
Maka,
seringan-ringannya siksa di neraka sebagaimana yang disebutkan dalam hadits
riwayat Bukhari, Muslim dan Tirmidzi tersebut akan tetap berat dirasakan oleh
manusia.
Oleh karena itu,
dapat diambil kesimpulan bahwa siksa neraka yang berupa dingin amat sangat
bukanlah siksa yang paling ringan. Karena siksa yang paling ringan adalah siksa
sebagaimana tersebut di atas. Dan tentunya rasa dingin ini akan lebih
menyakitkan jika dibandingkan dengan bara api yang diletakkan di bawah telapak
kaki seseorang hingga otaknya mendidih. Wallahu a’lam.
Tidak
Pantas Dijadikan Guyonan
Bahwa siksa
neraka ini bukanlah siksa yang main-main, bukan siksa sebatas kurungan layaknya
penjara dunia dan bukan pula siksa yang bisa dijadikan guyonan
(gurauan/candaan). Seagaimana sebagian guyonan orang: “wah enak kalau di neraka
gak perlu pakai lampu sudah terang.” “wah enak kalau di neraka mbakar sate
langsung matang.” Tentunya kalimat-kalimat seperti ini dan yang sejenisnya
tidak pas diucapkan oleh seorang muslim. Kita harus berhati-hati terhadap
ancaman Allah:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ، لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang
mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami
hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah
dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah
kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman…”
(QS. At-Taubah: 65-66)
Ayat tersebut
turun berkenaan dengan orang munafiq yang mengolok-olok pembaca Al-Qur’an
(sahabat) dengan mengatakan bahwa mereka adalah orang yang paling buncit
perutnya, paling dusta ucapannya. Hingga hal tersebut sampai kepada Rasulullah.
Kemudian mereka berkata kepada Rasulullah “ya Rasulullah, sesungguhnya kami
hanya bercanda”. Maka Rasulullah membaca ayat tersebut. (Lihat Tafsir Ibnu
Katsir)
Meskipun ayat
tersebut turun berkenaan dengan orang munafiq, tapi sudah seyognyanya bagi kita
untuk berhati-hati ketika kita bergurau, jangan sampai bergurai disertai dengan
mengolok-olok atau melecehkan syariat Islam, termasuk mengolok-olok siksa-Nya,
neraka. Wallahul musta’an.
Kembali pada
topik utama, bahwa dinginnya neraka adalah dingin yang tidak bisa dilukiskan
dengan kata-kata. Juga bahwa, sedingin-dinginnya belahan dunia yang paling
dingin, tidak akan pernah menyamai dinginnya neraka.
Neraka, siksa di atas
segala siksa, siksa yang akan dirasakan oleh orang-orang kafir, sebagai balasan
atas kekufuran mereka ketika hidup di dunia.
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni Ahli Kitab dan
orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam, mereka kekal di
dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 6)
Ya Allah sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari
adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah hidup dan mati dan dari fitnah
Al-Masih Ad-Dajjal. Aamiin. Wallahu A’lam.
Maraji’:
1.
Tafsir Ibnu Katsir
2.
Tafsir At-Thabari
3.
Tafsir Al-Baghawi
4.
Shahih Muslim
5.
Shahih Bukhari
6.
Sunan At-Tirmidzi
7.
Tuhfatul Ahwadzi
(versi digital)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar